BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Cestoda yang hidup pada jaringan vertebrata dan
invertebrata adalah bentuk larva. Spesies yang termasuk dalam cestoda darah dan
jaringan adalah Echinococcus granulosus,
Echinococcus multilocularis, Multiceps serialis, Taenia solium, dan Spirometra mansoni.
Parasit tersebut dapat menimbulkan berbagai infeksi yang berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Infeksi yang disebabkan oleh parasit tersebut menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu diperhatikan. Echinococcus granulosus dan Echinococcus multilocularis dapat menyebabkan infeksi echinococcis. Echinococcosis Cystic (CE atau penyakit hidatidosa) adalah infeksi zoonosis yang disebabkan oleh tahap larva dari cacing pita Echinococcus granulosus. Sejak pertengahan 1980-an, sejumlah program pencegahan dan pengendalian untuk mengurangi infeksi Echinococcus granulosus telah dilaksanakan di wilayah ini. Program-program ini telah menyebabkan penurunan yang cukup besar dalam infeksi CE pada manusia dan hewan. Namun demikian, penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang serius di banyak daerah yang terkena dampak. Sebuah survei terbaru menunjukkan tingkat CE pada manusia di kisaran 1,1 - 3,4 kasus per 105 orang per tahun, dalam kombinasi dengan domba atau lembu prevalensi CE hingga 23% (WHO, 2009).
Parasit tersebut dapat menimbulkan berbagai infeksi yang berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Infeksi yang disebabkan oleh parasit tersebut menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu diperhatikan. Echinococcus granulosus dan Echinococcus multilocularis dapat menyebabkan infeksi echinococcis. Echinococcosis Cystic (CE atau penyakit hidatidosa) adalah infeksi zoonosis yang disebabkan oleh tahap larva dari cacing pita Echinococcus granulosus. Sejak pertengahan 1980-an, sejumlah program pencegahan dan pengendalian untuk mengurangi infeksi Echinococcus granulosus telah dilaksanakan di wilayah ini. Program-program ini telah menyebabkan penurunan yang cukup besar dalam infeksi CE pada manusia dan hewan. Namun demikian, penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang serius di banyak daerah yang terkena dampak. Sebuah survei terbaru menunjukkan tingkat CE pada manusia di kisaran 1,1 - 3,4 kasus per 105 orang per tahun, dalam kombinasi dengan domba atau lembu prevalensi CE hingga 23% (WHO, 2009).
Daerah dengan endemisitas Echinococcus
granulosus tinggi
terletak di Amerika Selatan
bagian selatan, pantai Mediterania, bagian selatan dari bekas Uni Soviet, Timur
Tengah, Asia selatan-barat, Afrika utara, Australia, Selandia Baru, Kenya dan
Uganda. Di dataran Tinggi Tibet misalnya, kista telah ditemukan di 6,6%
penduduk. Di Argentina selatan 26,7 kasus per 100.000 ditemukan. Di beberapa daerah
Eropa tengah sekitar 40-75% dari populasi rubah merah terinfeksi dengan Echinococcus
multilocularis. Di St Lawrence
Island, Alaska, hingga 100% dari rubah arktik terinfeksi. Di
Gansu, sebuah provinsi di Cina, 8,8% dari populasi manusia ditemukan
seropositif (WHO,2011).
1.2 Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan
makalah antara lain:
a) Untuk
mengetahui klasifikasi Cestoda
parasit darah dan jaringan
b) Untuk
mengetahui epidemiologi, distribusi geografis dan kondisi penyakit Cestoda parasit darah dan
jaringan
c) Untuk
mengetahui morfologi Cestoda
parasit darah dan jaringan
d) Untuk
mengetahui siklus hidup Cestoda
parasit darah dan jaringan
e) Untuk
mengetahui patologi Cestoda
parasit darah dan jaringan
f) Untuk
menegtahui pencegahan dan pengendalian Cestoda
parasit darah dan jaringan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Penggolongan Spesies Trematoda darah dan jaringan
Penggolongan Spesies Cestoda darah dan jaringan adalah sebagai berikut:
2.1.1 Trematoda darah dan jaringan
1)
Echinococcus granulosus
2)
Echinococcus multilocularis
3)
Multiceps serialis
4)
Taenia solium
5)
Spirometra mansoni
2.2
Pemaparan Masing-masing Spesies
2.2.1
Echinococcus granulosus
2.2.
1.1 Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum :
Platyhelminthes
Class : Cestoda
Ordo : Cyclophylidea
Family :
Taeniidae
Genus : Echinococcus
Species : Echinococcus
granulosus
2.2.1.2 Hospes
dan Nama Penyakit
Hospes definitif
cacing ini adalah anjing, anjing hutan, srigala dan hewan karnivora lainnya.
Hospes perantaranya adalah manusia, sapi, kambing, biri-biri dan kuda. Hospes
perantara utamanya adalah biri-biri. Hospes perantara ini hanya dihinggapi
stadium larva. Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini adalah hidatidosis
granulosus, sedangkan pada hospes perantaranya disebut ekinokokiasis
granulosus. (Onggowaluyo,2002)
2.2.1.3 Epidemiologi dan Kondisi
Penyakit Terkini
Parasit ini ditemukan di Australia
selatan, Afrika, Amerika Selatan, Eropa, RRC, Jepang, Filipina dan
negara-negara Arab. Penyakit yang
disebabkan oleh cacing ini disebut echinococcosis,
penyakit hidatid,
atau kista hidatid. Daerah dengan endemisitas
tinggi di Amerika Selatan bagian selatan, pantai Mediterania, bagian selatan
dari bekas Uni Soviet, Timur Tengah, Asia selatan-barat, Afrika utara,
Australia, Selandia Baru, Kenya dan Uganda. Di Dataran Tinggi Tibet misalnya,
kista telah ditemukan di 6,6% penduduk. Di Argentina selatan 26,7 kasus per
100.000 ditemukan (WHO, 2011). Echinococcosis
yang ada pada manusia tergantung pada hubungan erat antara manusia dan anjing
yang mengandung parasit. Orang kristen di Libanon kira-kira dua kali lebih
banyak menderita infeksi penyakit hidatid daripada orang Islam di Libanon. Hal ini menunjukan bahwa
kepercayaan orang muslim akan keharaman anjing menyebabkan derajat infeksi yang
lebih rendah. ( Ishii A et al, 2003 )
Risiko mendapat infeksi pada orang yang
memiliki anjing adalah 21 kali
lebih besar daripada orang yang tidak memelihara anjing. 10% dari Armenia yang
menderita infeksi biasanya memperbolehkan anjingnya tidur bersama di tempat
tidurnya. Persentase anjing yang menderita infeksi di negara-negara peternak di
seluruh dunia adalah 20 sampai 50% dan tergantung pada makanan anjing yang
terdiri dari sisa-sisa daging yang mengandung parasit dan bangkai. Frekuensi
kista hidatid di negeri-negeri itu berbeda-beda, tetapi mencapai 30% atau lebih
pada domba dan ternak, dan 10% pada babi. Di negeri-negeri tertentu kambing, unta, dan kerbau
menderita infeksi. Ternak tidak merupakan bahaya besar sebagai sumber infeksi,
karena kistanya kebanyakan steril. Frekuensi infeksi pada manusia tinggi di
negeri-negeri peternak dimana hubungan dengan anjing adalah erat. Di Amerika
Utara relatif hanya ada beberapa kasus autochton yang dilaporkan tetapi pada
tahun-tahun terakhir telah ditemukan echinococcosis pada orang indian di Canada
dan Alaska. Di Canada rusa besar dan caribou merupakan hospes perantara, dan
serigala merupakan hospes definitif yang terpenting. Orang indian menginfeksi
anjing mereka dengan memberikan paru-paru rusa besar dan caribou sebagai
makanan, dan sebaliknya anjing menginfeksi manusia (Brown, H.W., 1979).
Infeksi lebih sering terjadi pada
anak-anak yang mempunyai kebiasaan tidak
higienis. Terdapat sedikit perbedaan
antara frekuensi infeksi pada pria dan wanita. Penularan terjadi dengan menelan
telurnya, terutama infeksi dari tangan ke mulut. Manusia mendapat telur pada
tangannya dari tangan atau dari bulu anjing yang mengandung parasit ini atau
dari anjing yang tidak menderita infeksi tersebut , tetapi yang bulunya
terkontaminasi karena berguling-guling di tanah yang di kotori oleh tinja
anjing. Telurnya mati dengan cepat oleh sinar matahari langsung, tetapi dapat
hidup berbulan-bulan di tempat-tempat lembab dan teduh. Dengan demikian infeksi
mungkin di dapat dari air dan sayur mayur. Cairan pencernaan anjing merusak
oncosfer, maka anjing jarang mendapat infeksi dengan kistanya.
( Departement of
parasitology Univ. Cambridge, 2010 )
2.2.1.4 Morfologi
(drugline.org)
a. Ukuran 5 mm.
b. Cacing dewasa memiliki 4 proglotid.
c. Rostellum dielngkapi dengan mahkota rangkap.
d. Mempunyai 4 batil pengisap yang terdapat pada
scolex.
e. Stadium larva yang menimbulkan infeksi adalah
dalam bentuk “kistaHydatid”, yang terdiri dari:
1.
Lapisan
kutikulum
2.
Lapisan
germinativum
3.
Cairan steril
4.
Kapsul perindukan
(Broodcapsule)
5.
Kista sekunder
(Onggowaluyu,
2002 : 62)
2.2.1.6
Siklus Hidup
Sumber http://www.dpd.cdc.gov
Telur
dikeluarkan bersama tinja anjing atau carnivora lainnya. Bila telur tertelan
oleh hospes perantara yang sesuai seperti kambing, domba, babi, onta, juga
manusia, maka embrio yang dikeluarkan menembus dinding usus, masuk ke
dalam saluran limfe atau vena kecil di mesentrium, dan dengan aliran darah di
bawa ke berbagai bagian tubuh terutama
hati, paru, otak, ginjal, limpa, otot, tulang, dan lain-lain. Bila tidak
dirusak oleh sel fagosit, kait-kaitnya menghilang, embrio tersebut mengalami
vesikulasi di tengah, dan dalam waktu lima bulan menjadi kista hidatid dengan ukuran diameter
kira-kira 10mm. Bila kista hidatid ini termakan anjing,
maka kista ini akan mengeluarkan protoscolex yang berkembang di
usus halus menjadi cacing dewasa
(Onggowaluyo,2002).
Manusia
juga dapat
mengandung stadium kista Echinococcus
granulosus yang sangat merugikan tetapi tidak
turut serta dalam lingkaran hidupnya yang lengkap karena organ-organ tubuh yang
mengandung parasit tidak dimakan oleh anjing
sebagai hospes definitifnya. Kista hidatid pada
manusia ada tiga bentuk, yakni unilokuler, di
dalam tulang (osseous) dan alveoler pada Echinococcus multilocularis (Onggowaluyo,2002).
Kista
yang unilokuler adalah bentuk yang paling banyak ditemukan pada manusia dan
binatang golongan rendah. Kista unilokuler tumbuhnya perlahan-lahan dan memerlukan beberapa tahun untuk
perkembangannya. Pada manusia, kista yang perkembangannya sudah sempurna, bila
tidak dipengaruhi oleh tekanan, mempunyai bentuk yang kurang lebih bulat, dan
biasanya mempunyai ukuran diameter 1 sampai 7 cm tetapi dapat mencapai 20 cm. Bagian-bagian kista antara lain:
1.
Lapisan
kutikulum di sebelah luar untuk memperkuat, berlapis, tidak berinti, terbuat
dari hyalin, tebalnya 1 mm.
2. Lapisan
germinativum di sebelah dalam, berinti, tebalnya kira-kira 22-25 mikron.
3. Cairan steril yang
kuning muda atau tidak berwarna yag menyebabkan tegangnya membran-membran yang
membatasinya.
4. Kapsul perindukan (brood
capsule) yang hanya mempunyai lapisan germinativum dan mengandung protoskoleks.
5. Kista sekunder yang
serupa kista primer.
Kutikulum sebelah luar
yang elastis, yang disekresi oleh lapisan germinativum, memungkinkan masuknya
bahan makanan, tetpi menahan zat-zat yang merugikan parasit. Bila pecah,
lapisan tersebut berkontraksi, dengan demikian memudahkan penyebaran isi kista.
Lapisan dalam lapisan germinativum interna penuh dengan kapsul perindukan yang
kecil, menonjol dan
berada dalam berbagai stadium perkembangan. Bilamana gelembung-gelembung ini
membesar, pada lapisan dalamnya tumbuh tunas-tunas kecil bulat yang menjadi
protoskoleks. Bila kapsul
perindukan pecah, protoskoleks masuk ke dalam cairan kista hidatid dimana protoskoleks ini dikenal
sebagai ‘hidatid sand’. Sebuah kista fertil
rata-rata mengandung 2 juta protoskoleks, yang bila dimakan oleh anjing akan
menjadi sejumlah cacing pita dewasa yang tidak terhitung dalam waktu kira-kira
7 minggu. Kista hidatid yang tidak mengandung kapsul perindukan dan
protoskoleks disebut kista steril atau acephalocyst (Onggowaluyo,2002).
Protoskoleks
bila dimakan hospes definitif
akan mengalami evaginasi di
dalam usus dan tumbuh menjadi cacing pita dewasa dan bila kista pecah di dalam hospes perantara protoskoleks tumbuh
menjadi kista sekunder. Kista sekunder endogen dengan dinding tipis yang transparan
tumbuh di dalam cairan kista dan kadang-kadang dapat membentuk kista tertier (granddaughter cysts). Pertumbuhan kista
hidatid di dalam tulang mengikuti
saluran di dalam tulang dengan erosi dari jaringan tulang dan invasi kedalam
rongga medula. Struktur tulang lambat laun diinfiltrasi oleh zat seperti agar
dan diganti dengan kista kecil semisolid dengan sedikit atau tanpa cairan dan tanpa scolex. Kista tulang paling banyak
ditemukan di ujung proksimal daripada tulang panjang, ilium, vertebrata, dan
tulang rusuk (Onggowaluyo,2002).
2.2.1.7 Patologi
Patologi pada manusia tergantung
pada letak kista. Distribusi
kista pada manusia adalah didalam hepar
termasuk invasi peritoneum sekunder 66%, paru-paru 22%, ginjal 3%, tulang 2%,
otak 1%, dan jaringan lain 6% (otot,
limpa, mata, jantung, kelenjar thyroid). Kista unilokuler
menimbulkan reaksi peradangan pada jaringan sekitarnya yang membuat lapisan
jaringan ikat yang mengelilingi kista. Erosi pada pembuluh darah menyebabkan
perdarahan, dan torsi pada omentum menyebabkan kontriksi vaskuler. Sel-sel
jaringan di sekitarnya, tergantung pada kepadatan jaringan, mengalami atrofi
dan nekrosis tekanan bila kistanya bertambah besar (Brown, H.W., 1979).
Gejalanya dapat dibandingkan dengan
gejala tumor yang tumbuh perlahan-lahan, tergantung pada letak kista hidatid. Di
dalam abdomen kista menimbulkan rasa tidak enak yang makin bertambah, tetapi
tidak tampak gejala sampai kista telah mencapai ukuran yang besar. Kista memiliki pengaruh yang luas pada
alat-alat dalam. Kista
di dalam hati pada hakekatnya adalah yang terpenting. Lebih dari tiga perempat
bagian ditemukan di lobus kanan, kebanyakan dekat permukaan bawah, sehingga
meluasnya ke bawah ke dalam rongga perut. Kista di lengkung hepar tumbuh
perlahan-lahan, bahkan menetap selama 30 tahun sebelum menimbulkan gejala
nyata. Tekanan pada saluran empedu dapat menyebabkan ikterus obstruktif (Brown, H.W., 1979).
Pecahnya suatu kista menyebabkan
terlepasnya protoscoleks,
potongan membran germinativum, kapsul perindukan dan kista sekunder, yang
mungkin sampai ke jaringan lain melalui darah atau karena penyebaran langsung
dan pertumbuhan menjadi kista sekunder. Kista pecah karena
batuk, ketegangan otot, pukulan, aspirasi dan tindakan pembedahan. Setelah
kista pecah selama 2 sampai 5 tahun tidak tampak gejala echinococcosis sekunder. Kista
hepar biasanya pecah
ke dalam rongga perut akan tetapi juga mengeluarkan cairan ke dalam kandung
empedu, saluran empedu, atau rongga pleura. Pecahnya kista primer dari jantung
kanan menyebabkan metastase ke dalam paru-paru dan dari jantung kiri metastase
ke otak, limpa, ginjal, hati, dan alat lain. Kista peribronchial yang
mengeluarkan cairan ke dalam bronchus sekali-kali mungkin sembuh spontan,
tetapi pada kebanyakan kasus pecahnya kista tidak seluruhnya dan akibatnya
adalah batuk yang biasanya disertai gejala alergi dan sputumnya mengandung
darah berbuih, lendir, cairan hidatid dan potongan membrane (Brown, H.W., 1979).
Infeksi sekunder dengan Salmonella atau bakteri patogen mungkin
terjadi. Gejala-gejala
ini yang lebih sering
ditemukan adalah hemoptisis ringan, batuk, dispnea, sakit dada yang tidak
tetap, palpitasi, tachycardia, dan gatal-gatal. Didalam otak tumor ini menimbulkan gejala tekanan
intracranial dan epilepsi jackson. Kista ginjal menyebabkan sakit yang
intermiten, hematuria dan disfungsi ginjal dan jika kista pecah bahan hidatid ditemukan didalam
urine. Kista limpa menyebabkan sakit dan tulang-tulang iga menonjol, sedangkan
daerah-daerah yang pada perkusi memberikan bunyi pekak dan resonansi ditemukan
pada kista pelvis (Onggowaluyo,2002)
Derajat kematian lebih tinggi pada
kista sekunder dan kista dengan infeksi sekunder daripada kista primer tanpa komplikasi. Bila kista
pecah keluarnya cairan dapat menimbulkan manifestasi alergi, biasanya dalam
bentuk urtikaria dan pruritus. Pecahnya kista dapat disertai demam yang tidak
teratur, gangguan gastrointestinal, sakit perut, dispnea, cyanosis, syncope,
delirium dan mania. Bila tiba-tiba banyak bahan hidatid masuk kedalam pembuluh
darah maka penebalan dapat mengakibatkan gejala anafilaksik yang berat bahkan
kematian yang tiba-tiba (Onggowaluyo,2002)
Kista tulang menimbulkan reaksi
pseudotuberculosis dengan sel raksasa benda asing. Didalam diaphysis, kista
menyebabkan destruksi trabekel, nekrosis dan fraktur spontan dengan penebalan
korteks dan perubahan bentuk jaringan yang pertumbuhannya tidak sempurna.
Pertumbuhan kista tulang yang perlahan-lahan dan dahsyat membuat diagnosis
sukar, dan letak kista tersebut sering pada tempat dimana pengeluaran dengan
cara pembedahan tidak mungkin (Brown, H.W., 1979).
2.2.1.8 Pencegahan dan Pengobatan
Tindakan pencegahan harus ditujukan
untuk mengurangi penularan dengan
parasit dewasa pada anjing dan dengan larvanya pada kambing dan babi. Di daerah
endemi anjing harus dijauhkan dari pejagalan
dan tidak boleh diberi makan sisa pejagalan yang tidak dimasak dahulu, sisa
dari binatang yang dipotong harus disteril, anjing berkeliaraan harus
dimusnahkan. Semua anjing harus diberi pencegah taeniasis sekali atau dua kali
setahun. Di Islandia
terbukti cara ini efektif untuk melenyapkan penyakit ini. Makanan harus dibuat
secara bersih, dan di tempat-tempat tertentu sayur-mayur dan air minum harus
dimasak. Penduduk harus diberi penerangan tentang
cara penularan, diperingatkan tentang bahaya hubungan erat dengan anjing dan
diberi pelajaran tentang higiene perseorangan (Onggowaluyo,2002).
Pengobatan kista hidatid unilokuler
yang mudah dicapai adalah dengan cara pembedahan, lokalisasi kista menetapkan
tindak pembedahan mana yang tepat. Kemoterapi dan sinar rontgen tidak efektif. Sedapat-dapatnya kista
harus dikeluarkan, akan tetapi hubungan yang erat dengan jaringan sekitarnya
sering menyukarkan
pengeluarannya. Pengeluaran cairan kista dan penggantiannya dengan formalin 10%
untuk mendapat konsentrasi akhir sebesar 2% akan mematikan protoskoleks dan
membran germinativum. Bila kistanya besar atau ada infeksi sekunder atau
penutupannya tidak memungkinkan, marsupialisasi adalah tindakan yang
dianjurkan. Kista primer di dalam otak memerlukan tindakan operasi, tetapi kista sekunder tidak
dapat dibedah. Kista paru-paru harus dikeluarkan bila mungkin. Perlu bertindak
hati-hati untuk mencegah pecahnya kista dan keluarnya cairan ke dalam jaringan.
Gejala alergi harus diobati dengan epinefrinatau obat antihistamin. Pengobatan untuk kista
yang tidak dapat dibedah atau yang sekunder dan multipel di Amerika Selatan adalah dengan terapi biologi
yang berdasarkan suntikan dengan antigen cairan hidatid (Soedarto, 2008).
2.2.2 Echinococcus
multilocularis
2.2.2.1
Klasifikasi
Kingdom :
Animalia
Phylum :
Platyhelminthes
Class :
Cestoda
Ordo :
Cyclophylidea
Family : Taeniidae
Genus : Echinococcus
Species : Echinococcus multilocularis
2.2.2.2
Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitif cacing ini adalah anjing,
anjing hutan, musang, kucing, serigala, dan hewan karnivora lainnya. Hospes
perantaranya adalah tikus, tikus ladang, mencit ladang dan tupai tanah.
Penyakit yang disebabkan cacing ini adalah hidatidosis
multilokularis (Onggowaluyu, 2002).
2.2.2.3
Epidemiologi dan Kondisi Penyakit Terkini
Echinicoccus multilocularis memiliki distribusi
di seluruh dunia
di belahan bumi utara dan
endemik di selatan pusat Kanada
dan negara bagian Midwestern utara di
Amerika Serikat. Kista alveolaris adalah stadium larva Echinococcus
multilocularis. Cacing pita dewasa
ditemukan pada anjing hutan dan kucing dan kistanya pada mangsanya yaitu tikus dan mencit.
Anjing merupakan sumber infeksi yang potensial untuk manusia bila anjing makan
binatang mengerat (Leiby
et al. 1970).
Di daerah Baravia-tyrol, Jura, Rusia, Sieria,
dan Alaska kistanya ditemukan pada manusia dan sekali-sekali pada ternak.
Cacing dewasa baru-baru ini telah diaporkan pada anjing hutan di Dakota Utara.
Kistanya tidak terbatas dengan jaringan sekitarnya karena membran berlapis
sangat tipis. Kista adalah bahan berlubang seperti bunga karang yang terdiri
dari ruangan-ruangan kecil yang tidak teratur dan berisi zat seperti agar.
Ruangan-ruangan terpisah satu dengan lainnya oleh jaringan ikat. Pada manusia
kistanya biasanya steril dan mungkin mengalami nekrosis sentral bahkan
kalsifikasi di waktu melanjutkan pertumbuhannya di pinggir. Pertumbuhannya seperti
neoplasma dan metastasis terjadi karena meluas secara langsung atau melalui
darah atau limfe. Kistanya paling sering ditemukan di dalam hati. Manusia
mungkin mendapat infeksi karena makan tumbuh-tumbuhan mentah yang
terkontaminasi dengan tinja anjing hutan, kucing, atau anjing yang mengandung
parasit, dengan demikian menelan telur yang tumbuh menjadi kista. Di Alaska,
infeksi terjadi karena tinja anjing penarik pengeretan. Pembedahan memberikan harapan
satu-satunya untuk pengobatan, tetapi ekstirpasi jaringan kista secara
keseluruhan adalah sukar (Brown, H.W.,
1979).
Distribusi
Echinococcus
multilocularis terbatas pada belahan bumi utara.
Di Amerika Utara parasit ditemukan di
sub daerah Kutub Utara dari Alaska dan Kanada dan di beberapa negara bagian
utara Amerika Serikat. Parasit juga
ditemukan di Eropa pusat dan timur dan di Asia di
bekas Uni Soviet, Turki, Irak, India utara, Jepang dan Cina tengah. Di beberapa
daerah Eropa tengah sekitar 40-75% dari populasi rubah merah terinfeksi dengan Echinococcus
multilocularis. Di St Lawrence
Island, Alaska, hingga 100% dari rubah arktik terinfeksi. Di
Gansu, sebuah provinsi di Cina, 8,8% dari populasi manusia ditemukan
seropositif (WHO,2011).
2.2.2.4 Morfologi
(drug.org)
a. Cacing
dewasa sangat mirip dengan E.granulosus, tetapi ukurannya lebih kecil, panjangnya
hanya 1,2-3,7 mm.
b. Sedikit
menghasilkan proto scolex.
c. Kista
berupa Hydati dalveolaris dengan ciri-ciri:
1. Membranberlapistipis
2. Berlubangsepertibungakarang
3. Terdapatzatsepertiagar
( Onggowaluyo,
2002)
2.2.2.5 Siklus
Hidup
(Sumber
http://www.dpd.cdc.gov)
Siklus hidup Echinococcus
multilocularis hampir sama dengan Echinococcus
granulosus hanya saja hospes perantaranya yang berbeda.
Telur dikeluarkan bersama tinja anjing atau carnivora lainnya. Bila telur
tertelan oleh hospes perantara yang sesuai seperti mencit lading, tupai tanah atau manusia maka embrio
yang dikeluarkan menembus dinding usus, masuk ke dalam saluran limfe atau vena
kecil di mesentrium, dan dengan aliran darah di bawa ke berbagai bagian tubuh terutama hati, paru, otak, ginjal,
limpa, otot, tulang, dan lain-lain. Bila tidak dirusak oleh sel fagosit,
kait-kaitnya menghilang, embrio tersebut mengalami vesikulasi di tengah, dan
dalam waktu lima bulan menjadi kista hidatid
dengan ukuran diameter kira-kira 10mm. Bila kista hidatid ini termakan anjing atau kucing, maka kista ini akan mengeluarkan protoscolex yang berkembang di
usus halus menjadi cacing dewasa (Onggowaluyu, 2002).
2.2.2.6 Patologi
Kista hidatid tumbuh seperti tumor ganas. Skoleks
tersebar ke seluruh tubuh sehingga gejalanya lebih berat daripada hidatidosis
yang disebabkan oleh Echinococcus granulosus (Onggowaluyo,2002)
2.2.2.7 Pencegahan
dan Pengendalian
Tindakan
pencegahan harus ditujukan untuk
mengurangi penularan dengan parasit dewasa pada anjing dan dengan
larvanya pada kambing dan babi. Di daerah endemi anjing harus dijauhkan dari
pejagalan dan tidak boleh
diberi makan sisa pejagalan yang tidak dimasak dahulu, sisa dari binatang yang
dipotong harus disteril, anjing berkeliaraan harus dimusnahkan. Semua anjing
harus diberi pencegah taeniasis sekali atau dua kali setahun. Di Islandia terbukti cara
ini efektif untuk melenyapkan penyakit ini. Penduduk harus diberi penerangan tentang cara penularan,
diperingatkan tentang bahaya hubungan erat dengan anjing dan diberi pelajaran tentang
higiene perseorangan (Soedarto, 2008).
Pengobatan
kista hidatid unilokuler yang mudah dicapai adalah dengan cara pembedahan,
lokalisasi kista menetapkan tindak pembedahan mana yang tepat. Kemoterapi dan
sinar rontgen tidak efektif. Sedapat-dapatnya kista
harus dikeluarkan, akan tetapi hubungan yang erat dengan jaringan sekitarnya
sering menyukarkan
pengeluarannya. Pengeluaran cairan kista dan penggantiannya dengan formalin 10%
untuk mendapat konsentrasi akhir sebesar 2% akan mematikan protoskoleks dan
membran germinativum. Bila kistanya besar atau ada infeksi sekunder atau
penutupannya tidak memungkinkan, marsupialisasi adalah tindakan yang
dianjurkan. Kista primer di dalam otak memerlukan tindakan operasi, tetapi kista sekunder tidak
dapat dibedah. Kista paru-paru harus dikeluarkan bila mungkin. Perlu bertindak
hati-hati untuk mencegah pecahnya kista dan keluarnya cairan ke dalam jaringan.
Gejala alergi harus diobati dengan epinefrinatau obat antihistamin. Pengobatan untuk kista
yang tidak dapat dibedah atau yang sekunder dan multipel di Amerika Selatan adalah dengan terapi biologi
yang berdasarkan suntikan dengan antigen cairan hidatid (Soedarto, 2008).
2.2.3 Multiceps serialis
2.2.3.1
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum :
Platyhelminthes
Class : Cestoda
Ordo : Cyclophylidea
Family :
Taeniidae
Genus :
Multiceps
Species : Multiceps serialis
2.2.3.2
Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitif cacing ini adalah anjing,
anjing hutan, dan hewan karnivora lainnya.
Hospes perantaranya adalah domba, kambing, dan hewan herbivora lainnya. Penyakit yang disebabkan oleh cacing
ini adalah senurosis (Onggowaluyo, 2002).
2.2.3.3
Epidemiologi,
Distribusi geografis dan Kondisi Penyakit Terkini
Penyebaran
parasit ini kosmopoolit, terutama di negeri yang banyak peternakan dombanya. Infeksi pada manusia terjadi dengan menelan telur yang
terdapat pada tinja anjing (Natadisastra, 2005).
2.2.3.4 Morfologi
(drug.org)
a. Panjang
cacing dapat mencapai 9 m.
b. Tubuhnya
panjang yang terdiri dari segmen-segmen disebut proglotida (lebihdari4000) yang
berisi testes dan folicel.
c. Memilikisepasangcelahpenghisap.
d. Daerahleherpendek.
e. Larvaberupaplerocercoid
(Onggowaluyo,2002)
2.2.3.5 Siklus Hidup
(Sumber
http://www.dpd.cdc.gov)
Telur cacing ditemukan dalam tinja anjing
atau carnivora lainnya. Telur atau
proglotid gravid tersebut bila termakan oleh hospes
perantara yang sesuai maka
onkosfer menetas dalam
usus hospes perantara dan masuk jaringan tubuh dan berkembang terutama di otak
dan sumsum tulang belakang. Di sini larva berubah menjadi coenurus, yaitu
gelembung yang mempunyai banyak skoleks. Hospes perantara cacing ini adalah ternak
(domba, kambing, dan herbivora lainnya), kadang-kadang juga manusia. Bila hospes perantara yang mengandung coenurus dimakan
oleh hospes definitif yaitu anjing atau karnivora lainnya maka akan berkembang
menjadi cacing dewasa di dalam usus halus (Onggowaluyo,2002).
2.2.3.6 Patologi
Parasit
ini dapat menyebabkan gejala otak misalnya seperti kesulitan dalam berbicara
(afasia), lumpuh anggota badan (paraplegia), hemiplegia dan muntah-muntah. Gejala- gejala yang
memerlukan beberapa tahun untuk menjadi nyata, tergantung dari lokalisasi yang
tepat dari coenurus tersebut. Biasanya ada gejala-gejala kenaikan tekanan
intracranium, termasuk kehilangan kesadaran, kejang-kejang, anestesi sementara,
paresis, kadang-kadang
diplopi, jalan terhuyung-huyung (Onggowaluyo, 2002).
2.2.3.7 Pencegahan
dan Pengendalian
Di daerah endemi untuk
pencegahan diperlukan perlindungan makanan dan tangan terhadap tinja anjing. Makanan dan minuman yang dikonsumsi jangan sampai
terkontaminasi tinja anjing dan menjaga kebersihan tubuh khususnya harus
terhindar dari tinja anjing (Onggowaluyo, 2002).
2.2.4 Taenia solium
2.2.4.1 Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class : Cestoda
Ordo :
Cyclophyllidea
Family :
Taeniidae
Genus :
Taenia
Species : Taenia solium
2.2.4.2
Hospes dan Nama Penyakit.
Hospes definitif cacing ini adalah manusia.
Hospes perantaranya adalah manusia, babi, babi hutan, beruang, monyet, unta,
anjing, domba, kucing dan tikus. Penyakit yang disebabkan cacing dewasa ini
adalah taeniasis solium.
2.2.4.3
Epidemiologi dan Kondisi Penyakit Terkini
Taenia solium adalah
kosmopolit, akan tetapi tidak akan ditemukan dinegara-negara Islam. Cacing
tersebut banyak ditemukan di negara-negara yang mempunyai banyak peternakan
babi dan ditempat daging babi banyak disantap seperti di Eropa (Gzech,
Slowakia, Kroatia, Serbia), Amerika Latin, Cina, India, Amerika Utara dan juga
di beberapa daerah di Indonesia antara lain di Irian Jaya, Bali dan Sumatra Utara
Manusia mungkin mendapat kista dari telur dengan cara:
1.
Menelan makanan
atau air yang terkontaminasi oleh tinja mannusia yang mengandung parasit.
2.
Penularan melalui
mulut karena tangan kotor yang mengandung cacing dewasa.
3.
Autoinfeksi interna
karena muntahan telur kedalam lambung karena anti peristaltik.
Kira-kira 25% dari penderita yang mempunyai kista
menceritakan bahwa pernah mengandung cacing dewasa pada suatu waktu.
Sistiserkosis pada manusia mungkin lebih sering terjadi dari pada yang
diperlihatkan oleh angka frekuensi yang rendah yang dilaporkan, karena bannyak
infeksi tidak ditemukan. Penyakit ini adalah penyakit orang dewasa dan lebih
banyak ditemukan pada pria daripada wanita. Penyakit ini berhubungan dengan
lingkungan yang tidak sehat dan kebersihan perseorangan yang kurang
(Onggowaluyo,2002).
Frekuensi telah menurun di negara maju karena pemeriksaan daging yang
ketat, kebersihan yang lebih baik dan fasilitas sanitasi yang lebih baik.
Distribusi sistiserkosis sebanding dengan distribusi Taenia solium. Di Ethiopia, Kenya dan Republik Demokratik Kongo
sekitar 10% dari populasi terinfeksi, di Madagaskar bahkan 16% (WHO, 2011). Infeksi Taenia solium bisa juga disebabkan karena
mengkonsumsi daging babi yang belum matang dan mengandung cysticercus
cellulosae ( J. Marijaj, dkk, 2011 )
2.2.4.4 Morfologi
(drug.org)
a.
Cacing pita Taenia solium berukuran panjang
kira-kira 2-4 meter dan kadang-kadang
sampai 8 meter.
b.
Cacing ini seperti
cacing Taenia saginata, terdiri dari
skoleks, leher dan strobila, yang terdiri dari 800-1000 ruas proglotid.
c.
Skoleks yang bulat
berukuran kira-kira 1 milimeter, mempunyai 4 buah batil isap dengan rostelum
yang mempunyai 2 baris kait-kait, masing-masing sebanyak 25-30 buah.
d.
Strobila
terdiri dari rangkaian proglotid yang belum dewasa (imatur), dewasa (matur) dan
mengandung telur (gravid).
e.
Gambaran alat kelamin
pada proglotid dewasa sama dengan Taenia
saginata kecuali jumlah folikel testisnya lebih sedikit, yaitu 150-200
buah.
f.
Bentuk proglotid gravid
mempunyai ukuran panjang hampir sama dengan lebarnya. Jumlah cabang uterus pada
proglotid gravid adalah 7-12 buah pada satu sisi.
g.
Lubang kelamin letaknya
bergantian selang-seling pada sisi kanan atau
kiri strobila secara tidak beraturan.
h.
Proglotid gravid berisi
kira-kira 30.000-50.000 buah telur.
(Ames,2005)
2.2.4.5 Siklus Hidup
(Sumber http://www.dpd.cdc.gov)
Seperti pada Taenia saginata, telurnya keluar melalui celah robekan pada
proglotid. Telur tersebut bila termakan oleh hospes perantara yang sesuai, maka
dindingnya dicerna dan embrio heksakan keluar dari telur, menembus dinding usus
dan masuk ke saluran getah bening atau darah. Embrio heksakan kemudan ikut
aliran darah dan menyangkut di jaringan otot babi. Embrio heksakan cacing
gelembung (sistiserkus) babi, dapat dibedakan dari cacing gelembung sapi,
dengan adanya kait-kait di skoleks yang tunggal. Cacing gelembung yang disebut
sistiserkus selulose biasanya ditemukan pada otot lidah, punggung dan pundak
babi. Hospes perantara lain kecuali babi adalah monyet, onta, anjing, babi
hutan, domba, kucing, tikus dan manusia. Larva tersebut berukuran 0,6-1,8 cm.
Bila daging babi yang mengandung larva sistiserkus dimakan oleh manusia,
dinding kista dicerna, skoleks mengalami evaginasi untuk kemudian melekat pada
dinding usus halus seperti yeyunum. Dalam waktu 3 bulan cacing tersebut menjadi
dewasa dan melepaskan proglotid dengan telur. Hospes definitif cacing ini
adalah manusia, sedangkan hospes perantaranya adalah manusia dan babi. Manusia
yang dihinggapi cacing dewasa Taenia
solium, juga menjadi hospes perantara cacing ini (Onggowaluyo,2002).
2.2.4.6 Patologi
Sistiserkosis yang seringkali multiple bahkan jumlahnya
sampai beribu-ribu dapat tumbuh didalam tiap jaringan atau alat tubuh manusia.
Tempat yang paling sering dihinggapi adalah otot bergaris dan otak, tetapi juga
mungkin dijaringan subkutis, mata, jantung, paru-paru dan peritoneum. Kista yang
sedang tumbuh menimbulkan reaksi peradangan terhadap benda asing yang
mengakibatkan terbentuknya kapsul fibrosis. Bila larva yang dapat hidup sampai
5 tahun mati, maka jumlah cairan kista bertambah dan terdapat reaksi jaringan
yang hebat terhadap protein yang toksik.
Parasit yang berdegenerasi biasanya mengalami perkapuran. Patologinya
bergantung pada jaringan yang diserang dan jumlah sistiserkus. Invasi diotak
dan mata menyebabkan kerusakan berat, sedangkan dijaringan subkutis dan di otot
bergaris akibatnya hanya sedikit (Onggowaluyo,2002).
Selama stadium invasi mungkin tidak ada gejala prodromal
atau hanya sakit otot ringan dan suhu badan yang meninggi sedikit. Toleransi
otot dan jaringan subkutis terhadap sistiserkus adalah baik dan bahkan pada
infeksi berat pun mungkin tidak ada gejala. Ada rasa sakit di otot-otot,
terutama dibagian belakang leher, lemah, rasa capai, kejang otot, berat badan
menurun, dan gelisah. Didalam otot ada degenerasi dan atrofi langsung disekitar
parasit. Biasanya ada eosinofili yang tidak tentu derajatnya
(Onggowaluyo,2002).
Manifestasi berat daripada penyakit ini terjadi pada
sistiserkosis otak, biasanya disertai dengan sistiserkosis umum yang tidak
diketahui. Sistiserkus ada di korteks serebri, selaput otak, ventrikel, dan kadang-kadang
didalam substansi otak. Sistiserkus biasanya ditemukan di dekat permukaan otak
di lobus frontalis dan parietalis dan sepanjang arteri serebri tengah.
Sekali-sekali sistiserkus ditemukan di daerah oksipital dan di serebelllum.
Terdapat edema dan tekanan otak tetapi masih ada toleransi yang relatif bila
parasit masih hidup. Pembentukan kapsul merupakan akibat dari proliferase
neuroglia dan sel-sel jaringan granulasi dengan perubahan vaskuler.
Neuroganglion dan sel saraf menunjukkan perubahan karena tekanan atau toksin.
Parasit ini kemudian diserap atau diganti oleh jaringan ikat yang menyebabkan
manifestasi epilepsi pada stadium lebih lanjut. Kadang-kadang terjadi
perkapuran dan penyerapan sebagian dari parasit. Kejadian nyata biasanya tidak
timbul selama 5-8 tahun bahkan sampai 20 tahun, sampai kematian parasit menimbulkan
reaksi peradagan toksik (Onggowaluyo,2002).
Gejala lebih dini disebabkan tekanan kista dan
penyumbatan cairan serebrospinal, tetapi penderita menunjukkan gejala dalam
waktu satu tahun bila sistiserkus letaknya di daerah yang menguasai fungsi
mototrik. Manifestasi lambat yang paling menonjol adalah serangan epilepsi tipe
jackson yang berulang-ulang secara tidak teratur yang dihubungkan dengan larva
yang mengalami fibrosis dan telah mati atau mengalami perkapuran. Periode
dimana kesadaran hilang tanpa adanya kejang mungkin merupakan manifestasi
tunggal. Sistiserkus diberbagai bagian otak menimbulkan berbagai macam gejala motorik vokal, sensorik dan mental.
Ada gejala tumor otak, meningitis, encepalitis, hidrocepalus, dan sklerosis
diseminata. Paresis yang kadang-kadang timbul, penglihatan yang menghilang,
sakit kepala yang tiba-tiba, muntah dan mental yang terganggu merupakan gejala
yang utama. Gejala yang paling mencolok adalah gejala psikologi misalnya
kekacauan, cepat marah, tidak dapat tidur, ketakutan, kewibawaan yang berubah. Tekanan intracranial
yang meninggi mungkin menyebabkan edema papil dan atrofi mata. Jenis larva
racemosa yang bercabang dan tidak mempunyai kapsul dan terletak di rongga
subarachnoidal dan plexsus chorioidea menimbulkan gejala penyakit otak yang
menyeluruh. Cairan spinal tidak mungkin
menunjukkan perubahan terus menerus yang khas. Ada tekanan yang meninggi, jumlah
sel bertambah, jumlah limfosit bertambah dan sel berinti satu yang besar,
presentase sel eosinofil yang berbeda-beda dan berkurangnya glukosa. Kira-kira
10% dari penderita dengan sistiserkosis otak menunjukkan eosinofili didalam
darah (Onggowaluyo,2002).
2.2.4.7 Pencegahan
dan Pengobatan
Obat pilihan yang digunakan adalah niklosamid. Dengan
pengobatan ini, cacing yang dikeluarkan sudah tidak utuh. Mepakrin dapat
diberikan pada orang dewasa, cacing keluar dalam keadaan utuh dan berwarna
kekuning-kuningan. (Onggowaluyo, 2002).
2.2.5
Spirometra
mansoni
2.2.5.1 Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum :
Platyhelminthes
Class : Cestoda
Ordo :
Pseudophyllidea
Family : Diphyllobothriidae
Genus : Spirometra
Species : Spirometra mansoni
2.2.5.2
Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitip cacing ini adalah anjing,
kucing, dan hwan karnivora lainnya. Kemudian hospes perantaranya termasuk
manusia (Onggowaluyo,2002).
2.2.5.3
Epidemiologi, Distribusi Geografis dan
Kondisi Penyakit Terkini
Parasit ini ditemukan di Asia timur dan tenggara, Jepang,
Vietnam, dan dalam jumlah kecil di Afrika, Eropa, Australia serta Amerika utara
dan selatan. Manusia mendapat sparganosis karena menelan cyclops yang
mengandung proserkoid yang terdapat pada air minum, memakan kodok, ular, atau
binatang pengerat yang mengandung pleroserkoid ataupun karena luka di kulit
ditembus oleh pleroserkoid yang berasal dari obtat yang ditempelkan dan yang
terbuat dari daging kodok, ular atau binatang berdarah panas yang mengandung
parasit (Muslim,2009).
2.2.5.4 Morfologi
(drugline.org)
Panjang
cacing dapat mencapai 9 m.
Tubuhnya terdiri dari segmen-segmen yang
disebut proglotida ( lebih dari 4000 ) yang berisi testes
dan folikel, daerah leher pendek dan memiliki sepasang celah penghisap. Larva
berupa plerocercoid. Larva sparganum berwarna putih, keriput, berbentuk pita dan memperlihatkan gerakan otot yang jelas. Telur Spirometra mansoni berukuran lebih kecil daripada telur Diphyllobothrium latum . Telur Spirometra
mansoni berbentuk elips dan
memiliki operkulum yang menonjol dan berbentuk
kerucut (Onggowaluyu, 2002).
2.2.5.5 Siklus
Hidup
Sumber http://www.dpd.cdc.gov
Telur
dikeluarkan melalui lubang uterus proglotid gravid dan ditemukan dalam tinja.
Pada suhu yang sesuai telur menetas dalam waktu 9-12 hari setelah sampai di
air. Embrio didalam embriofor yang bersilia keluar melalui lubang operkulum.
Korasidium bersilia yang berenang bebas dimakan dalam waktu 1-2 hari oleh
binatang yang termasuk copepoda seperti Cyclops
dan Diaptomus. Dalam hospes
perantara ini larva kehilangan silianya, menembus dinding dengan bantuan
kait-kaitnya dan sampai kerongga badan. Disini larva tersebut bertambah besar
dari 55 sampai 550 mikron dan dibentuk larva proserkoid yang memanjang (Ishii A et al, 2003).
Bila
copepoda yang mengandung larva ini dimakan oleh hospes perantara II yaitu bebagai macam binatang kecil, ular, dan katak,
maka larva proserkoidnya akan menembus dinding usus ikan dan masuk ke rongga
badan dan alat-alat dalam, jaringan lemak dan jaringan ikat serta otot-otot.
Dalam waktu 7-30 hari larva ini berubah menjadi larva pleroserkoid atau
sparganum yaitu larva yang berbentuk seperti kumparan dan terdiri dari
pseudosegmen, dengan ukuran 10-20 x 2-3 mm. Bila hospes perantara II tersebut dimakan
hospes definitif, misalnya anjing,
kucing dan karnivora liar maka sparganum di
rongga usus halus tumbuh menjadi cacing dewasa dalam waktu 3-5 minggu ( Ishii A
et al, 2003 ).
2.2.5.6 Patologi
Pada manusia larva dapat ditemukan disetiap bagian tubuh
terutama didalam dan sekitar mata, didalam jaringan subkutia dan otot toraks,
abdomen dan paha. Di daeah inguinal dan di alat-alat dalam dari pada toraks.
Sparganum dapat bermigrasi melalui jaringan. Larva yang memanjang dan
berkontraksi didalam matriks yang berlendir menyebabkan edema peradangan dari
jaringan sekitarnya, yang menimbulkan rasa nyeri. Larva yang telah mengalami
degenerasi menyebabkan peradangan setempat yang hebat dan nekrosis. Akan tetapi
tidak menyebabkan pembentukan jaringan ikat. Orang yang menderita infeksi dapat
menunjukkan indurasi lokal “giant urtikaria” yang periodik, sembab, dan eritem
disertai dengan menggigil, panas badan, dan eosinofili yang tiba-tiba. Infeksi
mata yang relatif sering terjadi di Asia tenggara, menimbulkan konjungtivitis
yang disertai edema dan rasa sakit dengan lakrimasi dan petosis. Prognosis
tergantung daripada lokalisasi parasit dan pengeluarannya yang berhasil atau
tidak. Sparganosis miliaris mempunyai prognosis buruk
(Ishii A et al, 2003).
2.2.5.7 Pencegahan
dan Pengendalian
Di
daerah endemi, air minum perlu dimasak atau disaring dan daging hospes
perantara dimasak dengan sempurna. Cara yang dipakai untuk pengobatan
dengan menggunakan daging kodok pada daerah mukosa-kutan yang meradang sebaiknya dicegah (Soedarto, 2008).
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan :
1. Cestoda darah dan jaringan yang umumnya sering ditemukan adalah terdiri
dari spesies yaitu Echinococcus granulosus, Echinococcus multilocularis,
Multicpes serialis, Tenia solium dan Spirometra mansoni. Cestoda bersifat bersifat biseksual sehingga pembuahan
terjadi dengan otofertilitas, namun pada Echinonococcus
sp. pembiakannya aseksual. Hospes definitif Cestoda adalah anjing, kucing dan hewan karnivora lainnya,
sedangkan hospes perantaranya adalah domba, kambing dan hewan-hewan herbivora
lainnya termasuk manusia.
2. Penyebaran Cestoda ini banyak ditemukan di negara-negara
yang penduduknya menyayangi hewan karnivora domestik dan penduduk yang beternak
domba, kambing dan hewan herbivora lainnya.
3. Cacing dewasa mirip dengan Taenia sp. hanya ukurannya lebih kecil yaitu antara 3-8 mm hingga
40-60 cm.
4. Daur hidup cacing ini membutuhkan hewan-hewan karnivora
sebagai hospes definitfnya.
5. Gejala klinis yang ditimbulkan Cestoda ini disebabkan
oleh stadium kista dan larva yang berada dalam jaringan.
6. Pencegahan hidatidosis dan senurosis dapat dilakukan
dengan tida kontak dengan anjing, kucing maupun hewan karnivora lainnya dan
menghindari makanan yang terkontaminasi tinja hospes definitif. Dan
pengobatannya sendiri tapi dapat dilakukkan dengan pengangkatan kista dan larva
dalam jaringan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ames, 2005, Taenia infection, Journal
of taenia infection, Iowa State University, Iowa
Departement of Parasitology Universitu
Cambridge. 2010. Schistosoma. http://www.path.cam.ac.uk/-schisto/schistosoma/schisto
parhology.html.
Diakses pada tanggal 25 Maret 2013
Ishii A; Tsuji M; Tada I (2003 Dec). “ History of Katayama disease: Echinococcus
granulosus in Katayama district, Hiroshima, Japan”. (New York: Elsevier) 52
(4): 313-9
J. Marijaj,
dkk, 2011, Intestinal Perforation due to Tapeworm Taenia Solium, Journal
of Clinical and Diagnostic Research. 2011 October, Vol-5(5): 1101-1103
Leiby, P.
D., W. P. Corney, and C. E. Woods. 1970. Studies on sylvatic echinococcosis:
III. Host
occurrence and geographic distribution of Echinococcus
multilocularis in the north central United States. Journal of Parasitology 56:
1141-1150.
Muslim, HM, 2009, Parasitologi untuk
Keperawatan, PT. EGC : Jakarta
Natadisastra, D, 2005, Parasitologi
Kedokteran, PT. EGC, Jakarta
Onggowaluyo, Jangkung Samidjo., 2002, PARASITOLOGI MEDIK I
Helmintologi, Penerbit
Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Soedarto, 2008, PENGOBATAN PENYAKIT PARASIT, CV. Sagung
Seto : Jakarta
0 comments:
Post a Comment