Thursday, November 21, 2013

Cestoda Darah dan Jaringan



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Cestoda yang hidup pada jaringan vertebrata dan invertebrata adalah bentuk larva. Spesies yang termasuk dalam cestoda darah dan jaringan adalah Echinococcus granulosus, Echinococcus multilocularis, Multiceps serialis, Taenia solium, dan Spirometra mansoni.


 Parasit tersebut dapat menimbulkan berbagai infeksi yang berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Infeksi yang disebabkan oleh parasit tersebut menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu diperhatikan. Echinococcus granulosus dan Echinococcus multilocularis dapat menyebabkan infeksi echinococcis. Echinococcosis Cystic (CE atau penyakit hidatidosa) adalah infeksi zoonosis yang disebabkan oleh tahap larva dari cacing pita Echinococcus granulosus. Sejak pertengahan 1980-an, sejumlah program pencegahan dan pengendalian untuk mengurangi infeksi Echinococcus granulosus telah dilaksanakan di wilayah ini. Program-program ini telah menyebabkan penurunan yang cukup besar dalam infeksi CE pada manusia dan hewan. Namun demikian, penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang serius di banyak daerah yang terkena dampak. Sebuah survei terbaru menunjukkan tingkat CE pada manusia di kisaran 1,1 - 3,4 kasus per 105 orang per tahun, dalam kombinasi dengan domba atau lembu prevalensi CE hingga 23% (WHO, 2009).
Daerah dengan endemisitas Echinococcus granulosus tinggi terletak di Amerika Selatan bagian selatan, pantai Mediterania, bagian selatan dari bekas Uni Soviet, Timur Tengah, Asia selatan-barat, Afrika utara, Australia, Selandia Baru, Kenya dan Uganda. Di dataran Tinggi Tibet misalnya, kista telah ditemukan di 6,6% penduduk. Di Argentina selatan 26,7 kasus per 100.000 ditemukan. Di beberapa daerah Eropa tengah sekitar 40-75% dari populasi rubah merah terinfeksi dengan Echinococcus multilocularis. Di St Lawrence Island, Alaska, hingga 100% dari rubah arktik terinfeksi. Di Gansu, sebuah provinsi di Cina, 8,8% dari populasi manusia ditemukan seropositif (WHO,2011).



1.2    Tujuan  Penulisan Makalah

Adapun tujuan penulisan makalah antara lain:
a)      Untuk mengetahui klasifikasi Cestoda parasit darah dan jaringan
b)      Untuk mengetahui epidemiologi, distribusi geografis dan kondisi penyakit Cestoda parasit darah dan jaringan
c)      Untuk mengetahui morfologi Cestoda parasit darah dan jaringan
d)     Untuk mengetahui siklus hidup Cestoda parasit darah dan jaringan
e)      Untuk mengetahui patologi Cestoda parasit darah dan jaringan
f)       Untuk menegtahui pencegahan dan pengendalian Cestoda parasit darah dan jaringan





















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penggolongan Spesies Trematoda darah dan jaringan
Penggolongan Spesies Cestoda darah dan jaringan adalah sebagai berikut:
2.1.1 Trematoda darah dan jaringan
1)        Echinococcus granulosus
2)        Echinococcus multilocularis
3)        Multiceps serialis
4)        Taenia solium
5)        Spirometra mansoni
2.2 Pemaparan Masing-masing Spesies
2.2.1 Echinococcus granulosus
2.2. 1.1 Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Phylum            : Platyhelminthes
Class                : Cestoda
Ordo                : Cyclophylidea
Family             : Taeniidae
Genus              : Echinococcus
Species                        : Echinococcus granulosus

            2.2.1.2 Hospes dan Nama Penyakit

Hospes definitif cacing ini adalah anjing, anjing hutan, srigala dan hewan karnivora lainnya. Hospes perantaranya adalah manusia, sapi, kambing, biri-biri dan kuda. Hospes perantara utamanya adalah biri-biri. Hospes perantara ini hanya dihinggapi stadium larva. Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini adalah hidatidosis granulosus, sedangkan pada hospes perantaranya disebut ekinokokiasis granulosus. (Onggowaluyo,2002)
            2.2.1.3 Epidemiologi dan Kondisi Penyakit Terkini
Parasit ini ditemukan di Australia selatan, Afrika, Amerika Selatan, Eropa, RRC, Jepang, Filipina dan negara-negara Arab. Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini disebut echinococcosis, penyakit hidatid, atau kista hidatid. Daerah dengan endemisitas tinggi di Amerika Selatan bagian selatan, pantai Mediterania, bagian selatan dari bekas Uni Soviet, Timur Tengah, Asia selatan-barat, Afrika utara, Australia, Selandia Baru, Kenya dan Uganda. Di Dataran Tinggi Tibet misalnya, kista telah ditemukan di 6,6% penduduk. Di Argentina selatan 26,7 kasus per 100.000 ditemukan (WHO, 2011). Echinococcosis yang ada pada manusia tergantung pada hubungan erat antara manusia dan anjing yang mengandung parasit. Orang kristen di Libanon kira-kira dua kali lebih banyak menderita infeksi penyakit hidatid daripada orang Islam di Libanon. Hal ini menunjukan bahwa kepercayaan orang muslim akan keharaman anjing menyebabkan derajat infeksi yang lebih rendah.  ( Ishii A et al, 2003 )
Risiko mendapat infeksi pada orang yang memiliki anjing adalah 21 kali lebih besar daripada orang yang tidak memelihara anjing. 10% dari Armenia yang menderita infeksi biasanya memperbolehkan anjingnya tidur bersama di tempat tidurnya. Persentase anjing yang menderita infeksi di negara-negara peternak di seluruh dunia adalah 20 sampai 50% dan tergantung pada makanan anjing yang terdiri dari sisa-sisa daging yang mengandung parasit dan bangkai. Frekuensi kista hidatid di negeri-negeri itu berbeda-beda, tetapi mencapai 30% atau lebih pada domba dan ternak, dan 10% pada babi. Di negeri-negeri tertentu kambing, unta, dan kerbau menderita infeksi. Ternak tidak merupakan bahaya besar sebagai sumber infeksi, karena kistanya kebanyakan steril. Frekuensi infeksi pada manusia tinggi di negeri-negeri peternak dimana hubungan dengan anjing adalah erat. Di Amerika Utara relatif hanya ada beberapa kasus autochton yang dilaporkan tetapi pada tahun-tahun terakhir telah ditemukan echinococcosis pada orang indian di Canada dan Alaska. Di Canada rusa besar dan caribou merupakan hospes perantara, dan serigala merupakan hospes definitif yang terpenting. Orang indian menginfeksi anjing mereka dengan memberikan paru-paru rusa besar dan caribou sebagai makanan, dan sebaliknya anjing menginfeksi manusia (Brown, H.W., 1979).
Infeksi lebih sering terjadi pada anak-anak  yang mempunyai kebiasaan tidak higienis. Terdapat sedikit perbedaan antara frekuensi infeksi pada pria dan wanita. Penularan terjadi dengan menelan telurnya, terutama infeksi dari tangan ke mulut. Manusia mendapat telur pada tangannya dari tangan atau dari bulu anjing yang mengandung parasit ini atau dari anjing yang tidak menderita infeksi tersebut , tetapi yang bulunya terkontaminasi karena berguling-guling di tanah yang di kotori oleh tinja anjing. Telurnya mati dengan cepat oleh sinar matahari langsung, tetapi dapat hidup berbulan-bulan di tempat-tempat lembab dan teduh. Dengan demikian infeksi mungkin di dapat dari air dan sayur mayur. Cairan pencernaan anjing merusak oncosfer, maka anjing jarang mendapat infeksi dengan kistanya.
( Departement of parasitology Univ. Cambridge, 2010 )
Description: C:\Users\seven\Documents\echi granu\echinococcus granulosus.jpg            2.2.1.4 Morfologi





(drugline.org)
a.    Ukuran 5 mm.
b.   Cacing dewasa memiliki 4 proglotid.
c.    Rostellum dielngkapi dengan mahkota rangkap.
d.   Mempunyai 4 batil pengisap yang terdapat pada scolex.
e.    Stadium larva yang menimbulkan infeksi adalah dalam bentuk “kistaHydatid”, yang terdiri dari:
1.             Lapisan kutikulum
2.             Lapisan germinativum
3.             Cairan steril
4.             Kapsul perindukan (Broodcapsule)
5.             Kista sekunder
 (Onggowaluyu, 2002 : 62)
Description: C:\Users\seven\Documents\echi granu\Echinococcus_LifeCycle.gif            2.2.1.6 Siklus Hidup







Sumber http://www.dpd.cdc.gov
Telur dikeluarkan bersama tinja anjing atau carnivora lainnya. Bila telur tertelan oleh hospes perantara yang sesuai seperti kambing, domba, babi, onta,  juga  manusia, maka embrio yang dikeluarkan menembus dinding usus, masuk ke dalam saluran limfe atau vena kecil di mesentrium, dan dengan aliran darah di bawa ke berbagai bagian  tubuh terutama hati, paru, otak, ginjal, limpa, otot, tulang, dan lain-lain. Bila tidak dirusak oleh sel fagosit, kait-kaitnya menghilang, embrio tersebut mengalami vesikulasi di tengah, dan dalam waktu lima bulan menjadi kista hidatid dengan ukuran diameter kira-kira 10mm.  Bila kista hidatid ini termakan anjing, maka kista ini akan mengeluarkan protoscolex yang berkembang di usus halus menjadi cacing dewasa (Onggowaluyo,2002).
Manusia juga dapat mengandung stadium kista Echinococcus granulosus yang sangat merugikan tetapi tidak turut serta dalam lingkaran hidupnya yang lengkap karena organ-organ tubuh yang mengandung parasit tidak dimakan oleh anjing sebagai hospes definitifnya. Kista hidatid pada manusia ada tiga bentuk, yakni unilokuler, di dalam tulang (osseous) dan alveoler pada Echinococcus multilocularis (Onggowaluyo,2002).
Kista yang unilokuler adalah bentuk yang paling banyak ditemukan pada manusia dan binatang golongan rendah. Kista unilokuler tumbuhnya perlahan-lahan  dan memerlukan beberapa tahun untuk perkembangannya. Pada manusia, kista yang perkembangannya sudah sempurna, bila tidak dipengaruhi oleh tekanan, mempunyai bentuk yang kurang lebih bulat, dan biasanya mempunyai ukuran diameter 1 sampai 7 cm tetapi dapat mencapai 20 cm. Bagian-bagian kista antara lain:
1.   Lapisan kutikulum di sebelah luar untuk memperkuat, berlapis, tidak berinti, terbuat dari hyalin, tebalnya 1 mm.
2.   Lapisan germinativum di sebelah dalam, berinti, tebalnya kira-kira 22-25 mikron.
3.   Cairan steril yang kuning muda atau tidak berwarna yag menyebabkan tegangnya membran-membran yang membatasinya.
4.   Kapsul perindukan (brood capsule) yang hanya mempunyai lapisan germinativum dan mengandung protoskoleks.
5.   Kista sekunder yang serupa kista primer.

Kutikulum sebelah luar yang elastis, yang disekresi oleh lapisan germinativum, memungkinkan masuknya bahan makanan, tetpi menahan zat-zat yang merugikan parasit. Bila pecah, lapisan tersebut berkontraksi, dengan demikian memudahkan penyebaran isi kista. Lapisan dalam lapisan germinativum interna penuh dengan kapsul perindukan yang kecil, menonjol dan berada dalam berbagai stadium perkembangan. Bilamana gelembung-gelembung ini membesar, pada lapisan dalamnya tumbuh tunas-tunas kecil bulat yang menjadi protoskoleks. Bila kapsul perindukan pecah, protoskoleks masuk ke dalam cairan kista hidatid dimana protoskoleks ini dikenal sebagai ‘hidatid sand’. Sebuah kista fertil rata-rata mengandung 2 juta protoskoleks, yang bila dimakan oleh anjing akan menjadi sejumlah cacing pita dewasa yang tidak terhitung dalam waktu kira-kira 7 minggu. Kista hidatid yang tidak mengandung kapsul perindukan dan protoskoleks disebut kista steril atau acephalocyst (Onggowaluyo,2002).
Protoskoleks bila dimakan hospes definitif akan mengalami evaginasi di dalam usus dan tumbuh menjadi cacing pita dewasa dan bila kista pecah di dalam hospes perantara protoskoleks tumbuh menjadi kista sekunder. Kista sekunder endogen dengan dinding tipis yang transparan tumbuh di dalam cairan kista dan kadang-kadang dapat membentuk kista tertier (granddaughter cysts). Pertumbuhan kista hidatid di dalam tulang mengikuti saluran di dalam tulang dengan erosi dari jaringan tulang dan invasi kedalam rongga medula. Struktur tulang lambat laun diinfiltrasi oleh zat seperti agar dan diganti dengan kista kecil semisolid dengan sedikit atau tanpa cairan  dan tanpa scolex. Kista tulang paling banyak ditemukan di ujung proksimal daripada tulang panjang, ilium, vertebrata, dan tulang rusuk (Onggowaluyo,2002).

            2.2.1.7 Patologi
Patologi pada manusia tergantung pada letak kista. Distribusi kista pada manusia adalah didalam hepar termasuk invasi peritoneum sekunder 66%, paru-paru 22%, ginjal 3%, tulang 2%, otak 1%, dan jaringan lain 6% (otot, limpa, mata, jantung, kelenjar thyroid). Kista unilokuler menimbulkan reaksi peradangan pada jaringan sekitarnya yang membuat lapisan jaringan ikat yang mengelilingi kista. Erosi pada pembuluh darah menyebabkan perdarahan, dan torsi pada omentum menyebabkan kontriksi vaskuler. Sel-sel jaringan di sekitarnya, tergantung pada kepadatan jaringan, mengalami atrofi dan nekrosis tekanan bila kistanya bertambah besar (Brown, H.W., 1979).
Gejalanya dapat dibandingkan dengan gejala tumor yang tumbuh perlahan-lahan, tergantung pada letak kista hidatid. Di dalam abdomen kista menimbulkan rasa tidak enak yang makin bertambah, tetapi tidak tampak gejala sampai kista telah mencapai ukuran yang besar. Kista memiliki pengaruh yang luas pada alat-alat dalam. Kista di dalam hati pada hakekatnya adalah yang terpenting. Lebih dari tiga perempat bagian ditemukan di lobus kanan, kebanyakan dekat permukaan bawah, sehingga meluasnya ke bawah ke dalam rongga perut. Kista di lengkung hepar tumbuh perlahan-lahan, bahkan menetap selama 30 tahun sebelum menimbulkan gejala nyata. Tekanan pada saluran empedu dapat menyebabkan ikterus obstruktif (Brown, H.W., 1979).
Pecahnya suatu kista menyebabkan terlepasnya protoscoleks, potongan membran germinativum, kapsul perindukan dan kista sekunder, yang mungkin sampai ke jaringan lain melalui darah atau karena penyebaran langsung dan pertumbuhan menjadi kista sekunder. Kista pecah karena batuk, ketegangan otot, pukulan, aspirasi dan tindakan pembedahan. Setelah kista pecah selama 2 sampai 5 tahun tidak tampak gejala echinococcosis sekunder. Kista hepar biasanya pecah ke dalam rongga perut akan tetapi juga mengeluarkan cairan ke dalam kandung empedu, saluran empedu, atau rongga pleura. Pecahnya kista primer dari jantung kanan menyebabkan metastase ke dalam paru-paru dan dari jantung kiri metastase ke otak, limpa, ginjal, hati, dan alat lain. Kista peribronchial yang mengeluarkan cairan ke dalam bronchus sekali-kali mungkin sembuh spontan, tetapi pada kebanyakan kasus pecahnya kista tidak seluruhnya dan akibatnya adalah batuk yang biasanya disertai gejala alergi dan sputumnya mengandung darah berbuih, lendir, cairan hidatid dan potongan membrane (Brown, H.W., 1979).
Infeksi sekunder dengan Salmonella atau bakteri patogen mungkin terjadi. Gejala-gejala ini yang lebih sering ditemukan adalah hemoptisis ringan, batuk, dispnea, sakit dada yang tidak tetap, palpitasi, tachycardia, dan gatal-gatal. Didalam otak tumor ini menimbulkan gejala tekanan intracranial dan epilepsi jackson. Kista ginjal menyebabkan sakit yang intermiten, hematuria dan disfungsi ginjal dan jika kista pecah bahan hidatid ditemukan didalam urine. Kista limpa menyebabkan sakit dan tulang-tulang iga menonjol, sedangkan daerah-daerah yang pada perkusi memberikan bunyi pekak dan resonansi ditemukan pada kista pelvis (Onggowaluyo,2002)
Derajat kematian lebih tinggi pada kista sekunder dan kista dengan infeksi sekunder daripada  kista primer tanpa komplikasi. Bila kista pecah keluarnya cairan dapat menimbulkan manifestasi alergi, biasanya dalam bentuk urtikaria dan pruritus. Pecahnya kista dapat disertai demam yang tidak teratur, gangguan gastrointestinal, sakit perut, dispnea, cyanosis, syncope, delirium dan mania. Bila tiba-tiba banyak bahan hidatid masuk kedalam pembuluh darah maka penebalan dapat mengakibatkan gejala anafilaksik yang berat bahkan kematian yang tiba-tiba (Onggowaluyo,2002)
Kista tulang menimbulkan reaksi pseudotuberculosis dengan sel raksasa benda asing. Didalam diaphysis, kista menyebabkan destruksi trabekel, nekrosis dan fraktur spontan dengan penebalan korteks dan perubahan bentuk jaringan yang pertumbuhannya tidak sempurna. Pertumbuhan kista tulang yang perlahan-lahan dan dahsyat membuat diagnosis sukar, dan letak kista tersebut sering pada tempat dimana pengeluaran dengan cara pembedahan tidak mungkin (Brown, H.W., 1979).
            2.2.1.8 Pencegahan dan Pengobatan
Tindakan pencegahan harus ditujukan untuk  mengurangi penularan dengan parasit dewasa pada anjing dan dengan larvanya pada kambing dan babi. Di daerah endemi anjing harus dijauhkan dari pejagalan dan tidak boleh diberi makan sisa pejagalan yang tidak dimasak dahulu, sisa dari binatang yang dipotong harus disteril, anjing berkeliaraan harus dimusnahkan. Semua anjing harus diberi pencegah taeniasis sekali atau dua kali setahun. Di Islandia terbukti cara ini efektif untuk melenyapkan penyakit ini. Makanan harus dibuat secara bersih, dan di tempat-tempat tertentu sayur-mayur dan air minum harus dimasak. Penduduk harus diberi penerangan tentang cara penularan, diperingatkan tentang bahaya hubungan erat dengan anjing dan diberi pelajaran tentang higiene perseorangan (Onggowaluyo,2002).
Pengobatan kista hidatid unilokuler yang mudah dicapai adalah dengan cara pembedahan, lokalisasi kista menetapkan tindak pembedahan mana yang tepat. Kemoterapi dan sinar rontgen tidak efektif. Sedapat-dapatnya kista harus dikeluarkan, akan tetapi hubungan yang erat dengan jaringan sekitarnya sering menyukarkan pengeluarannya. Pengeluaran cairan kista dan penggantiannya dengan formalin 10% untuk mendapat konsentrasi akhir sebesar 2% akan mematikan protoskoleks dan membran germinativum. Bila kistanya besar atau ada infeksi sekunder atau penutupannya tidak memungkinkan, marsupialisasi adalah tindakan yang dianjurkan. Kista primer di dalam otak memerlukan tindakan operasi, tetapi kista sekunder tidak dapat dibedah. Kista paru-paru harus dikeluarkan bila mungkin. Perlu bertindak hati-hati untuk mencegah pecahnya kista dan keluarnya cairan ke dalam jaringan. Gejala alergi harus diobati dengan epinefrinatau obat antihistamin. Pengobatan untuk kista yang tidak dapat dibedah atau yang sekunder dan multipel di Amerika Selatan adalah dengan terapi biologi yang berdasarkan suntikan dengan antigen cairan hidatid (Soedarto, 2008).

     2.2.2 Echinococcus multilocularis
2.2.2.1 Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Phylum            : Platyhelminthes
Class                : Cestoda
Ordo                : Cyclophylidea
Family             : Taeniidae
Genus              : Echinococcus
Species                        : Echinococcus multilocularis


2.2.2.2 Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitif cacing ini adalah anjing, anjing hutan, musang, kucing, serigala, dan hewan karnivora lainnya. Hospes perantaranya adalah tikus, tikus ladang, mencit ladang dan tupai tanah. Penyakit yang disebabkan cacing ini adalah hidatidosis multilokularis (Onggowaluyu, 2002).
2.2.2.3 Epidemiologi dan Kondisi Penyakit Terkini
Echinicoccus multilocularis memiliki distribusi di seluruh dunia di belahan bumi utara dan endemik di selatan pusat Kanada dan negara bagian Midwestern utara di Amerika Serikat. Kista alveolaris adalah stadium larva Echinococcus multilocularis. Cacing pita dewasa ditemukan pada anjing hutan dan kucing dan kistanya pada mangsanya yaitu tikus dan mencit. Anjing merupakan sumber infeksi yang potensial untuk manusia bila anjing makan binatang mengerat (Leiby et al. 1970).
Di daerah Baravia-tyrol, Jura, Rusia, Sieria, dan Alaska kistanya ditemukan pada manusia dan sekali-sekali pada ternak. Cacing dewasa baru-baru ini telah diaporkan pada anjing hutan di Dakota Utara. Kistanya tidak terbatas dengan jaringan sekitarnya karena membran berlapis sangat tipis. Kista adalah bahan berlubang seperti bunga karang yang terdiri dari ruangan-ruangan kecil yang tidak teratur dan berisi zat seperti agar. Ruangan-ruangan terpisah satu dengan lainnya oleh jaringan ikat. Pada manusia kistanya biasanya steril dan mungkin mengalami nekrosis sentral bahkan kalsifikasi di waktu melanjutkan pertumbuhannya di pinggir. Pertumbuhannya seperti neoplasma dan metastasis terjadi karena meluas secara langsung atau melalui darah atau limfe. Kistanya paling sering ditemukan di dalam hati. Manusia mungkin mendapat infeksi karena makan tumbuh-tumbuhan mentah yang terkontaminasi dengan tinja anjing hutan, kucing, atau anjing yang mengandung parasit, dengan demikian menelan telur yang tumbuh menjadi kista. Di Alaska, infeksi terjadi karena tinja anjing penarik pengeretan. Pembedahan memberikan harapan satu-satunya untuk pengobatan, tetapi ekstirpasi jaringan kista secara keseluruhan adalah sukar (Brown, H.W., 1979).
Distribusi Echinococcus multilocularis terbatas pada belahan bumi utara. Di Amerika Utara parasit ditemukan di sub daerah Kutub Utara dari Alaska dan Kanada dan di beberapa negara bagian utara Amerika Serikat. Parasit juga ditemukan di Eropa pusat dan timur dan di Asia di bekas Uni Soviet, Turki, Irak, India utara, Jepang dan Cina tengah. Di beberapa daerah Eropa tengah sekitar 40-75% dari populasi rubah merah terinfeksi dengan Echinococcus multilocularis. Di St Lawrence Island, Alaska, hingga 100% dari rubah arktik terinfeksi. Di Gansu, sebuah provinsi di Cina, 8,8% dari populasi manusia ditemukan seropositif (WHO,2011).

Description: C:\Users\seven\Documents\echi multi\Echinococcus_multilocularis_adult.jpg2.2.2.4 Morfologi






(drug.org)
a.    Cacing dewasa sangat mirip dengan E.granulosus, tetapi ukurannya lebih kecil, panjangnya hanya 1,2-3,7 mm.
b.    Sedikit menghasilkan proto scolex.
c.    Kista berupa Hydati dalveolaris dengan ciri-ciri:
1.    Membranberlapistipis
2.    Berlubangsepertibungakarang
3.    Terdapatzatsepertiagar
( Onggowaluyo, 2002)
2.2.2.5  Siklus Hidup


 










(Sumber http://www.dpd.cdc.gov)
Siklus hidup Echinococcus multilocularis hampir sama dengan Echinococcus granulosus hanya saja hospes perantaranya yang berbeda. Telur dikeluarkan bersama tinja anjing atau carnivora lainnya. Bila telur tertelan oleh hospes perantara yang sesuai seperti mencit lading, tupai tanah atau manusia maka embrio yang dikeluarkan menembus dinding usus, masuk ke dalam saluran limfe atau vena kecil di mesentrium, dan dengan aliran darah di bawa ke berbagai bagian  tubuh terutama hati, paru, otak, ginjal, limpa, otot, tulang, dan lain-lain. Bila tidak dirusak oleh sel fagosit, kait-kaitnya menghilang, embrio tersebut mengalami vesikulasi di tengah, dan dalam waktu lima bulan menjadi kista hidatid dengan ukuran diameter kira-kira 10mm.  Bila kista hidatid ini termakan anjing atau kucing, maka kista ini akan mengeluarkan protoscolex yang berkembang di usus halus menjadi cacing dewasa (Onggowaluyu, 2002).
2.2.2.6 Patologi
Kista hidatid tumbuh seperti tumor ganas. Skoleks tersebar ke seluruh tubuh sehingga gejalanya lebih berat daripada hidatidosis yang disebabkan oleh Echinococcus granulosus (Onggowaluyo,2002)

2.2.2.7 Pencegahan dan Pengendalian
Tindakan pencegahan harus ditujukan untuk  mengurangi penularan dengan parasit dewasa pada anjing dan dengan larvanya pada kambing dan babi. Di daerah endemi anjing harus dijauhkan dari pejagalan dan tidak boleh diberi makan sisa pejagalan yang tidak dimasak dahulu, sisa dari binatang yang dipotong harus disteril, anjing berkeliaraan harus dimusnahkan. Semua anjing harus diberi pencegah taeniasis sekali atau dua kali setahun. Di Islandia terbukti cara ini efektif untuk melenyapkan penyakit ini. Penduduk harus diberi penerangan tentang cara penularan, diperingatkan tentang bahaya hubungan erat dengan anjing dan diberi pelajaran tentang higiene perseorangan (Soedarto, 2008).
Pengobatan kista hidatid unilokuler yang mudah dicapai adalah dengan cara pembedahan, lokalisasi kista menetapkan tindak pembedahan mana yang tepat. Kemoterapi dan sinar rontgen tidak efektif. Sedapat-dapatnya kista harus dikeluarkan, akan tetapi hubungan yang erat dengan jaringan sekitarnya sering menyukarkan pengeluarannya. Pengeluaran cairan kista dan penggantiannya dengan formalin 10% untuk mendapat konsentrasi akhir sebesar 2% akan mematikan protoskoleks dan membran germinativum. Bila kistanya besar atau ada infeksi sekunder atau penutupannya tidak memungkinkan, marsupialisasi adalah tindakan yang dianjurkan. Kista primer di dalam otak memerlukan tindakan operasi, tetapi kista sekunder tidak dapat dibedah. Kista paru-paru harus dikeluarkan bila mungkin. Perlu bertindak hati-hati untuk mencegah pecahnya kista dan keluarnya cairan ke dalam jaringan. Gejala alergi harus diobati dengan epinefrinatau obat antihistamin. Pengobatan untuk kista yang tidak dapat dibedah atau yang sekunder dan multipel di Amerika Selatan adalah dengan terapi biologi yang berdasarkan suntikan dengan antigen cairan hidatid (Soedarto, 2008).
            2.2.3 Multiceps serialis
2.2.3.1 Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Phylum            : Platyhelminthes
Class                : Cestoda
Ordo                : Cyclophylidea
Family             : Taeniidae
Genus              : Multiceps
Species                        : Multiceps serialis

2.2.3.2 Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitif cacing ini adalah anjing, anjing hutan, dan hewan karnivora lainnya. Hospes perantaranya adalah domba, kambing, dan hewan herbivora lainnya. Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini adalah senurosis (Onggowaluyo, 2002).
2.2.3.3 Epidemiologi,   Distribusi geografis dan Kondisi Penyakit Terkini
Penyebaran parasit ini kosmopoolit, terutama di negeri yang banyak peternakan dombanya. Infeksi pada manusia terjadi dengan menelan telur yang terdapat pada tinja anjing (Natadisastra, 2005).

2.2.3.4  Description: C:\Users\seven\Documents\multiceps\worm1.jpgMorfologi





(drug.org)
a.    Panjang cacing dapat mencapai 9 m.
b.    Tubuhnya panjang yang terdiri dari segmen-segmen disebut proglotida (lebihdari4000) yang berisi testes dan folicel.
c.    Memilikisepasangcelahpenghisap.
d.   Daerahleherpendek.
e.    Larvaberupaplerocercoid
 (Onggowaluyo,2002)


2.2.3.5  Description: C:\Users\seven\Documents\multiceps\CoenurosisLifeCycle.gifSiklus Hidup










(Sumber http://www.dpd.cdc.gov)
Telur cacing ditemukan dalam tinja anjing atau carnivora lainnya.  Telur atau proglotid gravid tersebut bila termakan oleh hospes perantara yang sesuai maka onkosfer menetas dalam usus hospes perantara dan masuk jaringan tubuh dan berkembang terutama di otak dan sumsum tulang belakang. Di sini larva berubah menjadi coenurus, yaitu gelembung yang mempunyai banyak skoleks. Hospes perantara cacing ini adalah ternak (domba, kambing, dan herbivora lainnya), kadang-kadang juga manusia. Bila hospes perantara yang mengandung coenurus dimakan oleh hospes definitif yaitu anjing atau karnivora lainnya maka akan berkembang menjadi cacing dewasa di dalam usus halus (Onggowaluyo,2002).

2.2.3.6  Patologi
Parasit ini dapat menyebabkan gejala otak misalnya seperti kesulitan dalam berbicara (afasia), lumpuh anggota badan (paraplegia), hemiplegia dan muntah-muntah. Gejala- gejala yang memerlukan beberapa tahun untuk menjadi nyata, tergantung dari lokalisasi yang tepat dari coenurus tersebut. Biasanya ada gejala-gejala kenaikan tekanan intracranium, termasuk kehilangan kesadaran, kejang-kejang, anestesi sementara, paresis, kadang-kadang diplopi, jalan terhuyung-huyung (Onggowaluyo, 2002).

2.2.3.7  Pencegahan dan Pengendalian
Di daerah endemi untuk pencegahan diperlukan perlindungan makanan dan tangan terhadap tinja anjing. Makanan dan minuman yang dikonsumsi jangan sampai terkontaminasi tinja anjing dan menjaga kebersihan tubuh khususnya harus terhindar dari tinja anjing (Onggowaluyo, 2002).

      2.2.4 Taenia solium
2.2.4.1 Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Phylum            : Platyhelminthes
Class                : Cestoda
Ordo                : Cyclophyllidea
Family             : Taeniidae
Genus              : Taenia
Species                        : Taenia solium

2.2.4.2 Hospes dan Nama Penyakit.
Hospes definitif cacing ini adalah manusia. Hospes perantaranya adalah manusia, babi, babi hutan, beruang, monyet, unta, anjing, domba, kucing dan tikus. Penyakit yang disebabkan cacing dewasa ini adalah taeniasis solium.
2.2.4.3 Epidemiologi dan Kondisi Penyakit Terkini
Taenia solium adalah kosmopolit, akan tetapi tidak akan ditemukan dinegara-negara Islam. Cacing tersebut banyak ditemukan di negara-negara yang mempunyai banyak peternakan babi dan ditempat daging babi banyak disantap seperti di Eropa (Gzech, Slowakia, Kroatia, Serbia), Amerika Latin, Cina, India, Amerika Utara dan juga di beberapa daerah di Indonesia antara lain di Irian Jaya, Bali dan Sumatra Utara
Manusia mungkin mendapat kista dari telur dengan cara:
1.    Menelan makanan atau air yang terkontaminasi oleh tinja mannusia yang mengandung parasit.
2.    Penularan melalui mulut karena tangan kotor yang mengandung cacing dewasa.
3.    Autoinfeksi interna karena muntahan telur kedalam lambung karena anti peristaltik.
Kira-kira 25% dari penderita yang mempunyai kista menceritakan bahwa pernah mengandung cacing dewasa pada suatu waktu. Sistiserkosis pada manusia mungkin lebih sering terjadi dari pada yang diperlihatkan oleh angka frekuensi yang rendah yang dilaporkan, karena bannyak infeksi tidak ditemukan. Penyakit ini adalah penyakit orang dewasa dan lebih banyak ditemukan pada pria daripada wanita. Penyakit ini berhubungan dengan lingkungan yang tidak sehat dan kebersihan perseorangan yang kurang (Onggowaluyo,2002).
Frekuensi telah menurun di negara maju karena pemeriksaan daging yang ketat, kebersihan yang lebih baik dan fasilitas sanitasi yang lebih baik. Distribusi sistiserkosis sebanding dengan distribusi Taenia solium. Di Ethiopia, Kenya dan Republik Demokratik Kongo sekitar 10% dari populasi terinfeksi, di Madagaskar bahkan 16% (WHO, 2011). Infeksi Taenia solium bisa juga disebabkan karena mengkonsumsi daging babi yang belum matang dan mengandung cysticercus cellulosae ( J. Marijaj, dkk, 2011 )

2.2.4.4  Morfologi


Description: D:\SEMESTER II\PARASITOLOGI\CESTODA USUS\Taenia_solium_files\200px-Tenia_solium_scolex.jpg
 






(drug.org)
a.       Cacing pita Taenia solium berukuran panjang kira-kira 2-4 meter dan kadang-kadang sampai 8 meter.
b.      Cacing ini seperti cacing Taenia saginata, terdiri dari skoleks, leher dan strobila, yang terdiri dari 800-1000 ruas proglotid.
c.       Skoleks yang bulat berukuran kira-kira 1 milimeter, mempunyai 4 buah batil isap dengan rostelum yang mempunyai 2 baris kait-kait, masing-masing sebanyak 25-30 buah.
d.      Strobila terdiri dari rangkaian proglotid yang belum dewasa (imatur), dewasa (matur) dan mengandung telur (gravid).
e.       Gambaran alat kelamin pada proglotid dewasa sama dengan Taenia saginata kecuali jumlah folikel testisnya lebih sedikit, yaitu 150-200 buah.
f.       Bentuk proglotid gravid mempunyai ukuran panjang hampir sama dengan lebarnya. Jumlah cabang uterus pada proglotid gravid adalah 7-12 buah pada satu sisi.
g.      Lubang kelamin letaknya bergantian selang-seling pada sisi kanan atau  kiri strobila secara tidak beraturan.
h.      Proglotid gravid berisi kira-kira 30.000-50.000 buah telur.
(Ames,2005)



2.2.4.5  Siklus Hidup


 










(Sumber http://www.dpd.cdc.gov)
Seperti pada Taenia saginata, telurnya keluar melalui celah robekan pada proglotid. Telur tersebut bila termakan oleh hospes perantara yang sesuai, maka dindingnya dicerna dan embrio heksakan keluar dari telur, menembus dinding usus dan masuk ke saluran getah bening atau darah. Embrio heksakan kemudan ikut aliran darah dan menyangkut di jaringan otot babi. Embrio heksakan cacing gelembung (sistiserkus) babi, dapat dibedakan dari cacing gelembung sapi, dengan adanya kait-kait di skoleks yang tunggal. Cacing gelembung yang disebut sistiserkus selulose biasanya ditemukan pada otot lidah, punggung dan pundak babi. Hospes perantara lain kecuali babi adalah monyet, onta, anjing, babi hutan, domba, kucing, tikus dan manusia. Larva tersebut berukuran 0,6-1,8 cm. Bila daging babi yang mengandung larva sistiserkus dimakan oleh manusia, dinding kista dicerna, skoleks mengalami evaginasi untuk kemudian melekat pada dinding usus halus seperti yeyunum. Dalam waktu 3 bulan cacing tersebut menjadi dewasa dan melepaskan proglotid dengan telur. Hospes definitif cacing ini adalah manusia, sedangkan hospes perantaranya adalah manusia dan babi. Manusia yang dihinggapi cacing dewasa Taenia solium, juga menjadi hospes perantara cacing ini (Onggowaluyo,2002).

2.2.4.6 Patologi
Sistiserkosis yang seringkali multiple bahkan jumlahnya sampai beribu-ribu dapat tumbuh didalam tiap jaringan atau alat tubuh manusia. Tempat yang paling sering dihinggapi adalah otot bergaris dan otak, tetapi juga mungkin dijaringan subkutis, mata, jantung, paru-paru dan peritoneum. Kista yang sedang tumbuh menimbulkan reaksi peradangan terhadap benda asing yang mengakibatkan terbentuknya kapsul fibrosis. Bila larva yang dapat hidup sampai 5 tahun mati, maka jumlah cairan kista bertambah dan terdapat reaksi jaringan yang hebat terhadap  protein yang toksik. Parasit yang berdegenerasi biasanya mengalami perkapuran. Patologinya bergantung pada jaringan yang diserang dan jumlah sistiserkus. Invasi diotak dan mata menyebabkan kerusakan berat, sedangkan dijaringan subkutis dan di otot bergaris akibatnya hanya sedikit (Onggowaluyo,2002).
Selama stadium invasi mungkin tidak ada gejala prodromal atau hanya sakit otot ringan dan suhu badan yang meninggi sedikit. Toleransi otot dan jaringan subkutis terhadap sistiserkus adalah baik dan bahkan pada infeksi berat pun mungkin tidak ada gejala. Ada rasa sakit di otot-otot, terutama dibagian belakang leher, lemah, rasa capai, kejang otot, berat badan menurun, dan gelisah. Didalam otot ada degenerasi dan atrofi langsung disekitar parasit. Biasanya ada eosinofili yang tidak tentu derajatnya (Onggowaluyo,2002).
Manifestasi berat daripada penyakit ini terjadi pada sistiserkosis otak, biasanya disertai dengan sistiserkosis umum yang tidak diketahui. Sistiserkus ada di korteks serebri, selaput otak, ventrikel, dan kadang-kadang didalam substansi otak. Sistiserkus biasanya ditemukan di dekat permukaan otak di lobus frontalis dan parietalis dan sepanjang arteri serebri tengah. Sekali-sekali sistiserkus ditemukan di daerah oksipital dan di serebelllum. Terdapat edema dan tekanan otak tetapi masih ada toleransi yang relatif bila parasit masih hidup. Pembentukan kapsul merupakan akibat dari proliferase neuroglia dan sel-sel jaringan granulasi dengan perubahan vaskuler. Neuroganglion dan sel saraf menunjukkan perubahan karena tekanan atau toksin. Parasit ini kemudian diserap atau diganti oleh jaringan ikat yang menyebabkan manifestasi epilepsi pada stadium lebih lanjut. Kadang-kadang terjadi perkapuran dan penyerapan sebagian dari parasit. Kejadian nyata biasanya tidak timbul selama 5-8 tahun bahkan sampai 20 tahun, sampai kematian parasit menimbulkan reaksi peradagan toksik (Onggowaluyo,2002).
Gejala lebih dini disebabkan tekanan kista dan penyumbatan cairan serebrospinal, tetapi penderita menunjukkan gejala dalam waktu satu tahun bila sistiserkus letaknya di daerah yang menguasai fungsi mototrik. Manifestasi lambat yang paling menonjol adalah serangan epilepsi tipe jackson yang berulang-ulang secara tidak teratur yang dihubungkan dengan larva yang mengalami fibrosis dan telah mati atau mengalami perkapuran. Periode dimana kesadaran hilang tanpa adanya kejang mungkin merupakan manifestasi tunggal. Sistiserkus diberbagai bagian otak menimbulkan berbagai macam  gejala motorik vokal, sensorik dan mental. Ada gejala tumor otak, meningitis, encepalitis, hidrocepalus, dan sklerosis diseminata. Paresis yang kadang-kadang timbul, penglihatan yang menghilang, sakit kepala yang tiba-tiba, muntah dan mental yang terganggu merupakan gejala yang utama. Gejala yang paling mencolok adalah gejala psikologi misalnya kekacauan, cepat marah, tidak dapat tidur, ketakutan,  kewibawaan yang berubah. Tekanan intracranial yang meninggi mungkin menyebabkan edema papil dan atrofi mata. Jenis larva racemosa yang bercabang dan tidak mempunyai kapsul dan terletak di rongga subarachnoidal dan plexsus chorioidea menimbulkan gejala penyakit otak yang menyeluruh.  Cairan spinal tidak mungkin menunjukkan perubahan terus menerus yang khas. Ada tekanan yang meninggi, jumlah sel bertambah, jumlah limfosit bertambah dan sel berinti satu yang besar, presentase sel eosinofil yang berbeda-beda dan berkurangnya glukosa. Kira-kira 10% dari penderita dengan sistiserkosis otak menunjukkan eosinofili didalam darah (Onggowaluyo,2002).



2.2.4.7 Pencegahan dan Pengobatan
Obat pilihan yang digunakan adalah niklosamid. Dengan pengobatan ini, cacing yang dikeluarkan sudah tidak utuh. Mepakrin dapat diberikan pada orang dewasa, cacing keluar dalam keadaan utuh dan berwarna kekuning-kuningan. (Onggowaluyo, 2002).
2.2.5        Spirometra mansoni
2.2.5.1 Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Phylum            : Platyhelminthes
Class                : Cestoda
Ordo                : Pseudophyllidea
Family             : Diphyllobothriidae
Genus              : Spirometra
Species                        : Spirometra mansoni

2.2.5.2 Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitip cacing ini adalah anjing, kucing, dan hwan karnivora lainnya. Kemudian hospes perantaranya termasuk manusia (Onggowaluyo,2002).
2.2.5.3 Epidemiologi, Distribusi Geografis dan Kondisi Penyakit Terkini
Parasit ini ditemukan di Asia timur dan tenggara, Jepang, Vietnam, dan dalam jumlah kecil di Afrika, Eropa, Australia serta Amerika utara dan selatan. Manusia mendapat sparganosis karena menelan cyclops yang mengandung proserkoid yang terdapat pada air minum, memakan kodok, ular, atau binatang pengerat yang mengandung pleroserkoid ataupun karena luka di kulit ditembus oleh pleroserkoid yang berasal dari obtat yang ditempelkan dan yang terbuat dari daging kodok, ular atau binatang berdarah panas yang mengandung parasit (Muslim,2009).



2.2.5.4  Morfologi


Description: C:\Users\seven\Documents\multiceps\sparganum worm.jpg
 






(drugline.org)
Panjang cacing dapat mencapai 9 m. Tubuhnya terdiri dari segmen-segmen yang disebut proglotida ( lebih dari 4000 ) yang berisi testes dan folikel, daerah leher pendek dan memiliki sepasang celah penghisap. Larva berupa plerocercoid. Larva sparganum berwarna putih, keriput, berbentuk pita dan memperlihatkan gerakan otot yang jelas. Telur Spirometra mansoni berukuran lebih kecil daripada telur Diphyllobothrium latum . Telur Spirometra mansoni berbentuk elips dan memiliki operkulum yang  menonjol dan berbentuk kerucut (Onggowaluyu, 2002).

2.2.5.5  Siklus Hidup


Description: C:\Users\seven\Documents\spiro\Sparganosis_LifeCycle.gif
 











Sumber http://www.dpd.cdc.gov
Telur dikeluarkan melalui lubang uterus proglotid gravid dan ditemukan dalam tinja. Pada suhu yang sesuai telur menetas dalam waktu 9-12 hari setelah sampai di air. Embrio didalam embriofor yang bersilia keluar melalui lubang operkulum. Korasidium bersilia yang berenang bebas dimakan dalam waktu 1-2 hari oleh binatang yang termasuk copepoda seperti Cyclops dan Diaptomus. Dalam hospes perantara ini larva kehilangan silianya, menembus dinding dengan bantuan kait-kaitnya dan sampai kerongga badan. Disini larva tersebut bertambah besar dari 55 sampai 550 mikron dan dibentuk larva proserkoid yang memanjang (Ishii A et al, 2003).
Bila copepoda yang mengandung larva ini dimakan oleh hospes perantara II yaitu bebagai macam binatang kecil, ular, dan katak, maka larva proserkoidnya akan menembus dinding usus ikan dan masuk ke rongga badan dan alat-alat dalam, jaringan lemak dan jaringan ikat serta otot-otot. Dalam waktu 7-30 hari larva ini berubah menjadi larva pleroserkoid atau sparganum yaitu larva yang berbentuk seperti kumparan dan terdiri dari pseudosegmen, dengan ukuran 10-20 x 2-3 mm. Bila hospes perantara II tersebut dimakan hospes definitif, misalnya anjing, kucing dan karnivora liar maka sparganum di rongga usus halus tumbuh menjadi cacing dewasa dalam waktu 3-5 minggu ( Ishii A et al, 2003 ).

2.2.5.6 Patologi
Pada manusia larva dapat ditemukan disetiap bagian tubuh terutama didalam dan sekitar mata, didalam jaringan subkutia dan otot toraks, abdomen dan paha. Di daeah inguinal dan di alat-alat dalam dari pada toraks. Sparganum dapat bermigrasi melalui jaringan. Larva yang memanjang dan berkontraksi didalam matriks yang berlendir menyebabkan edema peradangan dari jaringan sekitarnya, yang menimbulkan rasa nyeri. Larva yang telah mengalami degenerasi menyebabkan peradangan setempat yang hebat dan nekrosis. Akan tetapi tidak menyebabkan pembentukan jaringan ikat. Orang yang menderita infeksi dapat menunjukkan indurasi lokal “giant urtikaria” yang periodik, sembab, dan eritem disertai dengan menggigil, panas badan, dan eosinofili yang tiba-tiba. Infeksi mata yang relatif sering terjadi di Asia tenggara, menimbulkan konjungtivitis yang disertai edema dan rasa sakit dengan lakrimasi dan petosis. Prognosis tergantung daripada lokalisasi parasit dan pengeluarannya yang berhasil atau tidak. Sparganosis miliaris mempunyai prognosis buruk (Ishii A et al, 2003).

2.2.5.7 Pencegahan dan Pengendalian
Di daerah endemi, air minum perlu dimasak atau disaring dan daging hospes perantara dimasak dengan sempurna. Cara yang dipakai untuk pengobatan dengan menggunakan daging kodok pada daerah mukosa-kutan yang meradang sebaiknya dicegah (Soedarto, 2008).













BAB III
PENUTUP
1.1  Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan :
1.      Cestoda darah dan jaringan yang umumnya sering ditemukan adalah terdiri dari spesies yaitu Echinococcus granulosus, Echinococcus multilocularis, Multicpes serialis, Tenia solium dan Spirometra mansoni. Cestoda bersifat bersifat biseksual sehingga pembuahan terjadi dengan otofertilitas, namun pada Echinonococcus sp. pembiakannya aseksual. Hospes definitif Cestoda adalah  anjing, kucing dan hewan karnivora lainnya, sedangkan hospes perantaranya adalah domba, kambing dan hewan-hewan herbivora lainnya termasuk manusia.
2.      Penyebaran Cestoda ini banyak ditemukan di negara-negara yang penduduknya menyayangi hewan karnivora domestik dan penduduk yang beternak domba, kambing dan hewan herbivora lainnya.
3.      Cacing dewasa mirip dengan Taenia sp. hanya ukurannya lebih kecil yaitu antara 3-8 mm hingga 40-60 cm.
4.      Daur hidup cacing ini membutuhkan hewan-hewan karnivora sebagai hospes definitfnya.
5.      Gejala klinis yang ditimbulkan Cestoda ini disebabkan oleh stadium kista dan larva yang berada dalam jaringan.
6.      Pencegahan hidatidosis dan senurosis dapat dilakukan dengan tida kontak dengan anjing, kucing maupun hewan karnivora lainnya dan menghindari makanan yang terkontaminasi tinja hospes definitif. Dan pengobatannya sendiri tapi dapat dilakukkan dengan pengangkatan kista dan larva dalam jaringan.




DAFTAR PUSTAKA
Ames, 2005, Taenia infection, Journal of taenia infection, Iowa State University, Iowa
Departement of Parasitology Universitu Cambridge. 2010. Schistosoma. http://www.path.cam.ac.uk/-schisto/schistosoma/schisto parhology.html. Diakses pada tanggal 25 Maret 2013
Ishii A; Tsuji M; Tada I (2003 Dec). “ History of Katayama disease: Echinococcus granulosus in Katayama district, Hiroshima, Japan”. (New York: Elsevier) 52 (4): 313-9
J. Marijaj, dkk, 2011, Intestinal Perforation due to Tapeworm Taenia Solium, Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2011 October, Vol-5(5): 1101-1103

Leiby, P. D., W. P. Corney, and C. E. Woods. 1970. Studies on sylvatic echinococcosis: III. Host
occurrence and geographic distribution of Echinococcus multilocularis in the north central United States. Journal of Parasitology 56: 1141-1150.

Muslim, HM, 2009, Parasitologi untuk Keperawatan, PT. EGC : Jakarta
Natadisastra, D, 2005, Parasitologi Kedokteran, PT. EGC, Jakarta
Onggowaluyo, Jangkung Samidjo., 2002, PARASITOLOGI MEDIK I Helmintologi, Penerbit   
Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Soedarto, 2008, PENGOBATAN PENYAKIT PARASIT, CV. Sagung Seto : Jakarta




0 comments:

Post a Comment